Rabu, 14 Desember 2011


PROSES TERJADINYA CEKAMAN KEKERINGAN PADA TANAMAN

Cekaman air bagi tanaman merupakan fenomena yang sering dihadapi oleh hampir semua jenis tanaman yang hidup dan tumbuh pada suatu habitat, karena diantara faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh secara interaktif, unsur air merupakan faktor lingkungan yang mempunyai variasi yang tinggi diberbagai wilayah.
Dalam lingkup kehidupan tanaman cekaman air mempunyai 3 dimensi yaitu :  cekaman karena kekurangan, kelebihan (tergenang) ataupun dalam konteks karena kadar logam maupun garam dalam air yang tinggi. Ketiga hal tersebut mempunyai dampak yang spesifik terhadap kehidupan tanaman.
Cekaman air pada tanaman pada umumnya terjadi karena beberapa hal yaitu :
  1. Ketersediaan air dalam media tanam tidak mencukupi atau berlebihan
  2. Transpirasi yang berlebihan
  3. Kombinasi antara keduanya.
Kenyataan dilapang pernah menunjukkan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia namun tanaman dapat mengalami cekaman air, hal ini terjadi jika kecepatan absorbsi tidak dapat mengimbangi kecepatan kehilangan air melalui proses transpirasi.
Proses penyerapan (absorbsi) air dipengaruhi oleh : 1).  Kecepatan kehilangan air, 2). Penyebaran dan efisiensi sistem perakaran dan 3). Potensial air tanah serta daya hantar air tanah.  Di sisi lain kecepatan transpirasi ditentukan oleh 1).  Luas dan struktur daun 2). Stomata dan 3 ).  Faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan potensial air tanaman dan udara.  Karena perbedaan faktor yang mempengaruhi ini maka kecepatan absorbsi air dan transpirasi tidak selalu sama.  Jika kecepatan absorbsi lebih rendah dari transpirasi maka akan terjadi cekaman kekeringan, misalnya pada tengah hari cekaman air terjadi karena absorbsi lebih rendah dari transpirasi dan hal ini disebut dengan “defisit absorbsi (absorbtion lag)”
Absorbtion lag ini terjadi karena 1). Adanya perbedaan faktor yang mempengaruhi absorbsi dan transpirasi dan 2).  Hambatan pergerakan air di dalam tanaman.  Cekaman air yang ditulis tersebut seolah-olah hanya ditentukan oleh adanya transpirasi yang berlebihan.  Cekaman kekeringan semacam ini disebut dengan cekaman tengah hari yang sifatnya hanya sementara.  Cekaman tengah hari semacam ini terjadi karena jika hari panas yang menyebabkan suhu udara tinggi dan kelembaban udara yang rendah. Jika kita perhatikan lebih mendalam tanaman yang tumbuh pada media tanah yang relatif cukup air tetapi dalam kondisi cuaca yang panas (suhu tinggi) tampak bahwa tanaman menunjukkan kelayuan. 
Berbeda dengan cekaman tengah hari yang sifatnya hanya sementara, cekaman air yang terjadi karena ketersediaan air tanah yang rendah umumnya bersifat waktunnya lebih panjang.  Cekaman air ini juga lebih mempengaruhi pertumbuhan tanaman. 
Fenomena tentang kasus terjadinya cekaman air pada tanaman akan dapat terjadi dengan memperhatikan uraian berikut ini, jika kita menanam tanaman pada tanah yang kandungan airnya relatif cukup tinggi, misalnya pada kapasitas lapang.  Pada malam hari saat stomata menutup potensial air dalam tanaman sama dengan potensial air tanah.  Begitu pagi hari saat muncul sinar matahari maka stomata akan membuka dan air akan menguap dari daun.  Akibatnya potensial air dalam daun akan turun sehingga terjadilah pergerakan air dari dalam tanah ke tanaman dan akhirnya menuju ke atmosfer lewat transpirasi.  Apabila kecepatan transpirasi lebih besar dari kecepatan absorbsi air maka terjadi cekaman kekeringan, agar tidak terjadi kelayuan pada tanaman maka kecepatan air yang masuk (absorbsi air) harus sama dengan dengan kecepatan air yang keluar dari daun (transpirasi).  Karena intensitas radiasi matahari  yang merupakan sumber energi transpirasi akan meningkat terus sampai tengah hari, aliran air dari daun juga akan meningkat sampai tengah hari, peningkatan tersebut akan turun saat intensitas radiasi sinar matahari mulai menurun.
Jika kondisi terus berlangsung pada hari-hari berikutnya dengan tanpa adanya penambahan air pada media tanah, karena adanya penguapan maka potensial air dalam tanah akan menurun. Akibatnya aliran air akan semakin lambat karena ketiadaan kandungan air lagi dalam tanah.  Jika proses kehilangan air tersebut dibiarkan terus terjadi dan tidak dilakukan penambahan air maka penutupan stomata akan semakin lama dan semakin awal waktunya (semakin pagi).  Sampai pada suatu saat stomata akan menutup terus menerus selama siang dan malam.  Dan daun akan mengalami layu tetap (layu permanen).  Pada keadaan ini pertumbuhan terhenti dan potensial air tanah, potensial air akar dalam keadaan relatif seimbang pada nilai yang rendah sehingga kehilangan air karena transpirasi juga rendah.
Pada fenomena lain dari cekaman air ditunjukkan dengan terdapatnya tanaman yang mengalami cekaman air karena berlebihan.  Cekaman air yang berlebihan pada dasarnya menimbulkan terjadinya kondisi lingkungan mempunyai reaksi asam, karena lebih bersifat an aerob.  Akibat kondisi yang an-aerob ini lebih banyak terjadi reaksi reduksi-oksidasi, sehingga akar sulit berkembang karena persediaan oksigen yang sangat rendah.  Dengan demikian akar yang berperan sebagai absorber (penyerap) air dan hara menjadi terganggu.  Selain itu kondisi yang an-aerob juga berakibat pH tanah akan turun, sehingga logam-logam di dalam tanah dapat bersifat toksik bagi tanaman.  Pada kondisi tanah yang an-aerob berpengaruh terhadap terhambatnya aktifitas mikro organisme alam tanah, terganggunya fungsi akar, kondisi kimia tanah terutama yang berhubungan dengan pH tanah. Pada tanah dengan kondisi air yang berlebihan potensi terjadinya pencucian hara dalam tanah semakin besar, terutama pada tanah yang mempunyai kemiringan tinggi.
Potensi redoks dan konsentrasi oksigen di dalam tanah akan mengalami perubahan cukup besar bila kondisi tanah tersebut berada dalam kondisi kelebihan air sehingga perakaran terganggu.  Pada kondisi tersebut pertukaran gas di dalam tanah menjadi tidak lancar.
Kondisi media tumbuh yang an-aerob berdampak pada terjadinya perubahan reaksi kimia di dalam tubuh tanaman, terutama perakaran. Pada kondisi an-aerob menyebabkan terjadinya perubahan senyawa kimia di dalam tubuh tanaman yaitu amina-siklopropan-1-karboksilat (ACC) menjadi etilen (Salisbury dan Ross, 1995).  Dalam kondisi demikian tanaman akan mengalami keracunan ethilen yang secara morfologis diperlihatkan oleh adanya gejala klorosis pada daun, berkurangnya pemanjangan tanaman, penebalan batang, pelayuan, pengguguran daun serta terhambatnya pemanjangan akar.  Pada kondisi tergenang air konsentrasi gas ethilen menjadi meningkat dibandingkan dengan tanaman dalam kondisi normal.

Dampak Cekaman Air terhadap Aktifitas Kehidupan Tanaman.
       Aktifitas kehidupan tanaman pada umumnya mencakup tiga aspek yaitu : aspek agronomis, fisiologis dan aspek biokimia.  Pengaruh yang cukup nyata terhadap aspek agronomis antara lain terjadinya perubahan penampilan ukuran tanaman, daun, perakaran, pembungaan dan hasil biji (panen).  Sedangkan terhadap aspek fisiologis meliputi ; laju fotosintesis, akumulasi bahan kering, transpirasi, aktifitas stomata dan lain sebagainya.  Pada aspek biokimia pengaruh cekaman kekurangan air mencakup perubahan konsentrasi hormon, misalnya kandungan prolin dan asam absisat pada tanam

Selasa, 13 Desember 2011


KAJIAN ANALISIS ASAM ABSISAT DAN KALIUM SEBAGAI
INDIKATOR CEKAMAN  KEKURANGAN AIR  PADA TANAMAN
KEDELAI  (Glycine max, Mill)


Oleh :

W. Guntoro dan Yonny Koentjoro

Abstrak

Kehilangan air melalui proses evapotranspirasi secara berlebihan pada tanaman dan permukaan tanah akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi hasil tanaman secara umum.  Pada tanaman kedelai disamping terjadi gangguan pada proses metabolisme pertumbuhan tanaman, secara spesifik kehilangan air pada tanaman akan berpengaruh terhadap kandungan asam absisat dan kalium dalam tanaman.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 1 Faktor dengan perlakuan pemberian air pada tahapan-tahapan sebagai berikut : A0 = Tingkat pemberian air 100 % kebutuhan normal, A1 = Tingkat pemberian air 75 % kebutuhan normal, A2 = Tingkat pemberian air 50 % kebutuhan normal,.A3 = Tingkat pemberian air 25 % kebutuhan normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tingkat pemberian air pada tanaman kedelai sangat berpengaruh terhadap kandungan asam absisat dalam daun dimana semakin kecil pemberian air maka kandungan asam absisat dalam  daun semakin meningkat dan proses pemicuan biosintesis ABA meningkat pada tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air.  Sebaliknya pada tingkat pemberian air semakin kecil menunjukkan korelasi positif dengan kandungan Kalium (K+) dalam tanaman, selama terjadinya kekurangan air dan meningkatnya biosintesis ABA akan menyebabkan kandungan K+ semakin menurun sehingga akan sangat mempengaruhi proses fotosintesis tanaman. Disamping itu perlakuan pemberian air berpengaruh terhadap variabel KARD,  LPR, Jumlah daun dan berat biji per tanaman.

Kata kunci : Asam absisat, kalium, cekaman, glycine max.

A.  PENDAHULUAN
       Kondisi iklim yang kering sebagai penyebab terjadinya kekurangan air merupakan masalah yang sering dijumpai pada pertanaman kedelai karena pada umumnya kedelai ditanam pada musim kemarau dan atau pada lahan kering yang produksinya sangat ditentukan oleh jumlah dan distribusi curah hujan yang tidak merata dalam musim tanam.  Pengembangan tanaman kedelai sangat diperlukan sejalan dengan peningkatan konsumsi bahan makanan dan industri yang memerlukan bahan baku kedelai, sementara produksi kedelai tidak mencukupi (Baharsjah, Suardi dan Las,  1993). 
      Untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Indonesia perlu dilakukan peningkatan produksi kedelai secara intensif, yang dilakukan secara intensifikasi maupun ekstensifikasi.  Pengembangan tanaman kedelai pada lahan kering sangat diperlukan untuk hal tersebut sejalan dengan banyaknya lahan-lahan baru yang dapat dibuka untuk lahan pertanian terutama di wilayah Indonesia Timur.  Kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan produksi kedelai pada lahan kering adalah kepekaan tanaman selama pertumbuhannya terhadap kekurangan air (Boer, Las dan Notodipuro, 1998).
      Air merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan tanaman.  Pada suplai air yang cukup, tahanan terhadap difusi CO2 ke dalam daun menjadi semakin rendah dengan semakin meningkatnya intensitas radiasi sinar matahari. Air merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam pertumbuhan tanaman.  Kemampuan tanaman untuk hidup pada kondisi kekurangan air merupakan keberhasilan suatu tanaman untuk menyesuaikan diri.  Mekanisme untuk menyesuaikan diri di antaranya ditempuh melalui penutupan stomata.  Davies, Wilson, Sharp dan Osnobi (1981) mengemukakan kenaikan tingkat cekaman kekurangan air mengakibatkan penekanan terhadap tingkat pembukaan stomata yang maksimum.  Pengaruh peningkatan cekaman air pada tanaman terhadap perilaku stomata menunjukkan bahwa tanaman yang dalam kondisi cekaman kekurangan air pembukaan lubang stomata terkecil dalam variasi harian terjadi pada pukul 10.00 – 14.00.  Proses penutupan stomata tersebut dapat menimbulkan dampak positif karena dapat menekan kehilangan air dari dalam tubuh tanaman, tetapi dari aspek pertumbuhan berdampak negatif, karena proses difusi CO2 ke dalam jaringan daun terhambat akibatnya proses fotosintesis terganggu.

B.  METODE PENELITIAN.
Penelitian ini dilakukan di dalam rumah kaca dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari  empat perlakuan yaitu :  A0 = Tingkat pemberian air 100 % kebutuhan normal,  A1 = Tingkat pemberian air 75 % kebutuhan normal,      A2 = Tingkat pemberian air 50 % kebutuhan normal, A3 = Tingkat pemberian air 25 % kebutuhan normal dan masing-masing perlakuan diulang enam kali
Penetapan jumlah pemberian air didasarkan pada 100 %, 75 %, 50 % dan 25 % kebutuhan air optimal (kebutuhan air kedelai berkisar 300 – 350 mm per musim tanam) dan distribusinya didasarkan pada kebutuhan air pada tanaman kedelai pada setiap periode tumbuh.  Variabel pengamatan meliputi :  Kandungan Asam Absisat dalam tanaman, kandungan Kalium, Kandungan Air Relatif Daun (KARD), Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), Berat biji per Tanaman..

C.  HASIL PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pemberian air pada tanaman kedelai sangat berpengaruh terhadap kandungan asam absisat dalam Daun (Tabel 1).
Tabel 1.  Kandungan Asam Absisat dalam Daun Tanaman Kedelai pada
               Umur 50 Hari Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat
               Pemberian Air

Perlakuan
Kandungan Asam Absisat dalam Daun
µg g-1
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
0.48  d
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
0.34  c
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
0.25  b
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
0.09  a
BNJ 5 %
0.08
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian air yang semakin kecil maka kandungan asam absisat dalam daun semakin tinggi.  Tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air terjadi pemicuan proses biosintesis ABA (Abcisic Acid).  Proses tersebut terjadi karena pada suasana kekurangan air proses oksidasi di dalam protoplas berlangsung secara terus menerus (Bray, 1988).  
        ABA merupakan hormon yang disintesis di dalam akar dan ditranslokasikan ke daun, dan mungkin juga disintesis oleh sel penjaga itu sendiri (Assmann dan Shimazaki, 1999). ABA yang terdapat di daun khususnya pada sel penjaga mengendalikan proses penutupan stomata (Turner ,1986; Hartung, Sauter dan Hose, 2002).  
Tanaman yang mengalami kekurangan kalium akan mempengaruhi efisiensi fotosintesis.  Disamping itu kalium berperan penting dalam translokasi hasil fotosintesis dalam tubuh tanaman.   Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pemberian air pada tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap kandungan K+ tanaman (Tabel 2).

         Tabel 2.  Kandungan K+ dalam Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari
            Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air
              
Perlakuan
Kandungan K+ dalam Tanaman (%)
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
0.57  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
1.14  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
1.70  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
2.31  d
BNJ 5 %
0.21
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

Hal ini menunjukan bahwa tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air kandungan K+ dalam tanaman akan semakin menurun.
Tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air terjadi pemicuan proses biosintesis ABA (Abcisic Acid). Selama terjadi kekurangan air, tanaman kedelai akan banyak mengalami kehilangan K+ hal ini disebabkan didalam stomata daun kedelai banyak mengandung ABA yang dapat menghambat kerja pompa proton, sehingga aliran K+ dalam plasma terhambat dan menyebabkan K+ merembes keluar, turgor berkurang, stomata menutup.
      Menurut Salisbury dan Ross (1969) peranan ABA dalam proses penutupan stomata adalah menghambat pompa proton, yang kerjanya mengalirkan proton ke luar sel penjaga. Terjadinya  aliran masuk K+ yang cepat ke dalam sel penjaga  berakibat akumulasi K+, sehingga terjadi penyerapan air secara osmotik pada sel penjaga akibatnya turgor sel penjaga naik dan stomata terbuka.  Soemarno (1993) mengemukakan bahwa kalium disimpan dalam jumlah banyak di dalam vakuole sel, tidak membentuk molekul organik, fungsi utamanya sebagai aktivator ensim atau kofaktor.
Berdasarkan hasil analisis statistik tingkat pemberian air pada tanaman kedelai berpengaruh yang nyata terhadap kandungan air relatif daun tanaman kedelai pada umur 50 hari setelah tanam.

Tabel 3.  Kandungan Air Relatif Daun Tanaman Kedelai pada Umur
               50 Hari Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat
               Pemberian Air

Perlakuan
Kandungan Air Relatif Daun (%)
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
39.00  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
54.33  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
69.67  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
86.00  d
BNJ 5 %
9.50
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

         Tanaman kedelai yang mengalami kekurangan air yaitu 25 % kebutuhan normal mempunyai kandungan air relatif daun paling rendah yakni 39 %.  Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang mengalami kekurangan air menyebabkan kandungan air relatif dalam daun menurun, hal ini disebabkan penimbunan K+ dalam tanaman terganggu, sehingga konsentrasi bahan-bahan terlarut didalam vakuola rendah akibatnya kandungan air dalam sel penjaga rendah atau turgor rendah. 
Jumlah daun suatu tanaman merupakan salah satu potensi tanaman dalam menyediakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis.  Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pemberian air sangat mempengaruhi terhadap jumlah daun tanaman kedelai (Tabel 4).
         Tabel 4.  Jumlah Daun Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari Setelah Tanam
            pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air             

Perlakuan
Kandungan Air Relatif Daun (%)
A3= Diberi air 25 % dari Kebutuhan
10.67  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
16.00  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
21.33  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
29.00  d
BNJ 5 %
6.05
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

Tabel 4 menunjukkan bahwa tanaman kedelai yang diberi air 100 % dari kebutuhan mempunyai jumlah daun tertinggi dibanding tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air yakni diberi air 75 %, 50 % dan 25 % kebutuhan.  Hal ini disebabkan tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air selama pertumbuhannya akan menghambat pertumbuhan daun, meluruhkan daun-daun pada cabang-cabang bawah.
Potensi masing-masing individu tanaman untuk menghasilkan biji diukur dengan menimbang hasil biji tiap tanaman.  Berdasarkan hasil analisis statistik ternyata tingkat pemberian air berpengaruh terhadap jumlah biji per tanaman hal ini ditunjukkan pada Tabel 5
Tabel 5.  Berat Biji per Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari Setelah
               Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air             

Perlakuan
Kandungan Air Relatif Daun (%)
A3= Diberi air 25 % dari Kebutuhan
6.21  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
11.54  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
16.74  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
22.31  d
BNJ 5 %
1.78
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

D.  KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
1.        Kadar asam absisat dalam daun tanaman kedelai dapat digunakan sebagai indikator yang menunjukkan semakin tinggi kandungan asam absisat dalam daun, tanaman kedelai tersebut semakin tercekam kekeringan.
2.        Kadar K+ dalam daun tanaman kedelai dapat digunakan sebagai indikator menunjukkan semakin rendah kandungan K+ dalam daun, tanaman kedelai tersebut semakin tercekam kekeringan.
3.        Tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air akan menurun hasil biji per tanaman kedelai.          

 Daftar Pustaka

Abe, H., Yamaguci-Shinozaki, K., Urau, T., Iwasaki and Hosokawa, D.  1997.  Role of Arabidopsis MYB Homologs in Drought and Abscisic Acid-Regulated Gene Axpression.  The Plant Cell, 9 : 1859 – 1868.

 Anonymous.  1984.  Beberapa Prosedur Analisa Kimia dan Fisika Tanah.  Unibraw Malang.  192 hal.

 Assmann, S.M., and Ken-ichiro Shimazaki.  1999.  The multisensory guard cell.  Stomatal responses to blue light and abscisic acid.  Plant Physiol, 119: 809 – 816.

 Baharsjah, J.S., Suardi, D., dan Las, I.  1993.  Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai dalam S. Somaatmadja et al  (ED).  Kedelai.  Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.  Hal. 87 – 102.

Boer, R; Las, I., dan Notodipuro, K.A.  1998.  Analisis Resiko Kekeringan untuk Pengembangan dan Produksi Kedelai di Flores, Nusa Tenggara Timur.  Laporan Riset.  Riset Ungulan Terpadu IV (1996 – 1998) Kantor Menristek Dewan Riset Nasional.

Bray, E.  1988.  Drought and ABA-Induced Changes in Polipeptide and mRNA Accumulation in Tomato Leaves.  Plant Physiol 88 : 1210 – 1214.

Chang, Jen-Hu. 1968. Climate and Agriculture an Ecological Survey, University of Hawaii. 304p

Davies, M.T., Wilson, J.A., Sharp, R.E. and Osonubi, O.  1981.  Control of Stomatal Behaviour in Water Stressed Plants.  Soc. For Biology Seminar Series. 8 : 163 – 181.

Epstein, E.  1972.  Mineral Nutrition of Plants.  Principles and Perspectives. New York : Wiley.  136 – 148 p.

Fagi, A.M. dan I. Manwan.  1992.  Teknologi Pertanian dan Alternatif Penanggulangan Dampak Negatif Kekeringan.  Dalam Proseding Seminar Nasional Antisipasi Iklim 1992 dan Dampaknya terhadap Pertanian Tanaman Pangan. PERHIMPI dan Badan Litbang Pertanian Bogor.
Fagi, A.M. dan Tangkuman, F.  1993.  Pengelolaan Air untuk Pertanaman Kedelai dalam S. Somaatmadja et al  (ED).  Kedelai.  Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.  Hal. 135 – 137.
Finkelstein R.R. and Rock C.D.  2002.  Abscisic acid biosynthesis and response.  In Somerville, EM Meyerowitz, eds, The Arabidopsis Book.  American Society of Plant Biologists, Rockville, MD.  Pp 1-52. http://www.aspb.org/publications/Arabidopsis.

Guntoro, W. dan Y, Koentjoro,. 2004. Rekayasa  Fisiologi Tanaman Kedelai (Glycine max) Terhadap Ketahanan  Tanaman pada Kondisi Kekeringan, Laporan Penelitian th. 2004, Fakultas Pertanian , UPN “Veteran” Jawa Timur.

Handoko dan Irsal Las.  1997.  Metodologi Pendekatan Strategis dan Taktis untuk Pendugaan serta Penanggulangan Tanaman dalam Justika S. Baharsjah et al.(ED) Sumberdaya Air dan Iklim dalam Mewujudkan Pertanian Efisien.  Departemen Pertanian dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI). Hal. 73-86

Hakim, N; M.Y. Nyakpa; A.M. Lubis; S.G. Nugroho; M.R. Saul; M.A. Diha; G.B. Hong dan H.H. Bailey.  1986.  Dasar-dasar Ilmu Tanah.  Penerbit Universitas Lampung.  488 hal.

Hardjowigeno, S.  1986.  Ilmu Tanah.  Jurusan Tanah.  Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Hartung, W., Angela Sauter, dan Eleonore Hose.  2002.  Abscisic acid in the xylem: where does it come from, where does it go to?  Jornal of Experimental Botany 53: 27-32.

Levitt, J.  1980.  Responses of Plant to Environmental Stress.  Academic Press.  227 p.

Maynard, G.H. and David, M.O. 1987;  The physiology of plants under stress; A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons New York. 206 p.

MacRobbie E.A.C.  1997.  Signalling in guard cells and regulation of ion channel activity.  Journal of Experimental Botany 48: 515-528.

Ober Eric S. and Robert E. Sharp.  2003.  Electrophysiological responses of maize roots to low water potentials: relationship to growth and ABA accumulation.  J. Exp. Bot. 54 (383): 813-824.

Salisbury, F.B., and Ross, C.  1969.  Plant physiology.  Wadsworth Pub. Co. Inc., California.  747 p.

Schwartz S.H., Qin X., and Zeevaart J.A.D.  2003.  Elucidation of the indirect pathway of abscisic acid biosynthesis by mutants, genes, and enzymes.  Plant Physiol 131: 1591-1601.

Seo M. and Koshiba T.  2002.  Complex regulation of ABA biosynthesis in plants.  Trends Plant Sci 7: 41-48.

Soemarno.  1993.  Sistem Unsur  Tanaman.  Universitas Brawijaya Malang.  121 hal.

Syekhfani.  1997.  Hara – Air – Tanah – Tanaman. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.  111 hal.

Taiz, L.  and Zeiger, E.  1991.  Plant Physiology.  The Benjamin / Cummings Publ. Co. California.  p. 347-353.

Tan, K.H.  1995.  Dasar-dasar Kimia Tanah.  Gajah Mada University Press. 295 hal.

Taylor I.B., Burbidage A. and Thompson A.J.  2000.  Control of abscisic acid synthesis. J Exp Bot 51: 1563-1574

Turner, C.N.  1986.  Crop Water Deficite.  A dekade of Progress.  Adv. In Agron. 39 : 1 –39.

Xiong L. and Jian Kang Zhu.  2003.  Regulation of abscisic acid Biosynthesis.  Plant Physiol 133: 29-36.