MEMAHAMI
DAN MENYIKAPI TEKNOLOGI TRANSGENIK
DI BIDANG PERTANIAN
A. PENDAHULUAN
Tanaman
Transgenik telah berkembang menjadi isu kontroversial diberbagai kalangan
masyarakat Indonesia, terlepas dari setuju atau tidak salah satu tanaman
transgenik (Kapas Bt) telah dilepas secara terbatas dan diperbolehkan untuk
ditanam oleh petani dibeberapa wilayah di Sulawesi Selatan. Kecenderungan penanaman tanaman transgenik
sebenarnya sudah terjadi di beberapa belahan dunia lainnya seperti di benua
Eropa, sebagian Asia (China, Thailand dan Indonesia).
Teknologi
transgenik menjadi kontroversial setelah munculnya banyak tentangan atau
penolakan-penolakan yang dilakukan oleh kalangan masyarakat baik individual
maupun secara teroganisir (LSM, Badan-badan/lembaga swasta Pecinta Lingkungan, dll). Umumnya mereka (yang menentang) menyuarakan
protesnya dengan dalih teknologi transgenik adalah teknologi yang tidak aman
atau mengandung racun dan membahayakan bagi masyarakat yang mengkonsumsi
komoditas hasil teknologi transgenik tersebut.
Teknologi transgenik tercipta akibat tuntutan
– tuntutan kebutuhan yang muncul sebagai konsekuensi dari kondisi komoditas
pertanian belakangan ini yang semakin kompleks, salah satu contoh ; dengan
teknologi pemuliaan tanaman secara konvensional yang telah ada selama ini
ternyata belum mampu mengatasi ancaman serangan hama dan penyakit secara
efektif, teknologi pengendalian hama penyakit secara tradisional lebih sering
mengandung resiko berbahaya bagi keseimbangan ekosistem lingkungan dan
manusia,. Dengan dalih itu para pakar
peneliti pemuliaan dan genetika berusaha keras untuk menciptakan teknologi baru
sampai akhirnya tercipta teknologi transgenik.
B. Riwayat dan Pemahaman Teknologi Transgenik.
Riwayat
penciptaan teknologi transgenik sebenarnya sudah dimulai kira-kira 50 tahun
yang lalu saat James Watson dan Francis Crick menemukan struktur DNA. Molekul panjang asam nukleat DNA terdiri dari
rentetan gen (pembawa sifat) yang seluruhnya tertata rapi dalam untaian
kromosom dalam setiap inti sel mahluk hidup.
Selanjutnya setelah ditemukan teknologi cara “memotong” (mengisolasi)
gen dari DNA dengan pemanfaatan suatu enzim, para pakar genetika molekuler
mampu mengisolasi dan menyisipkan potongan gen itu kedalam inti sel mahluk
hidup sesuai dengan keinginannya. Enzim
yang digunakan sebagai penggunting ialah molekul protein virus yang bisa
menggerakkan reaksi kimia, sampai gen dalam DNA terputus hubungan dari i
rangkaiannya. Gen yang terputus tersebut
kemudian dititipkan pada plasmid pemilik DNA yang bersangkutan (misalnya
bakteri Agrobacterium strain CP4),
untuk dipindahkan ke inti sel (misalnya tanaman kedele). (Intisari, 2000)
Plasmid yang
dimaksud adalah molekul molekul DNA berbentuk lingkaran yang mempunyai lintasan
gerak diluar untaian kromosom. Plasmid inilah yang bisa “dititipi” gen untuk kemudian dipindahkan ke inti sel
mahluk lainnya. Proses pemindahan tersebut agar bisa berjalan digunakan virus
mosaik Cauliflower yang bertindak sebagai promoter.
Perkembangan
teknologi transgenik terus berjalan sesuai dengan berjalannya waktu, pada tahun
1980 sudah terdapat puluhan tanaman transgenik
yang berhasil diciptakan, ada tomat berisi gen ikan sebelah yang tahan
terhadap suhu dimusim dingin (musim salju), ada kentang berisi gen ayam yang
tahan terhadap serangan bakteri pembusuk, dan lain-lain. Tahun
1998 para petani Missisipi di Amerika Serikat sudah banyak menggunakan tanaman
kapas jenis Bt yang merupakan hasil teknologi transgenik Tanaman tersebut sudah disisipi gen bakteri
tanah Bacillus thuringiensis yang
mampu membunuh serangga hama kapas sehingga tanaman kapas Bt tahan terhadap
serangan tersebut.
C. Teknologi Transgenik di Indonesia
Indonesia
adalah negara yang kaya akan keaneka ragaman hayati, sehingga sebutan “mega biodiversity” sempat didengungkan untuk Indonesia, karena 17 % dari
keaneka ragaman hayati dunia terdapat di
Indonesia.
Perkembangan
penduduk Indonesia yang cukup tajam pada
dekade 60 – 70 an membuat pemerintah Indonesia memberlakukan
kebijakan-kebijakan dan program-program kependudukan antara lain Keluarga
Berencana, disamping itu guna memenuhi kebutuhan pangan untuk rakyat Indonesia
pemerintah Indonesia menerapkan program Intensifikasi dan Ekstensifikasi bidang
tanaman pangan, sampai Indonesia sempat mampu berswasembada beras di era awal
80 an. Ironisnya swasembada beras
tersebut tidak mampu bertahan lama sehingga mulai awal tahun 1990 sampai
sekarang Indonesia
menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Kondisi
tersebut lebih diperparah lagi dengan munculnya krisis moneter di tahun 1997
yang akhirnya krisis tersebut berkembang menjadi krisis multi dimensi yang
sangat kompleks. Berbagai sektor terkena
dampak yang serius dari krisis tersebut, terutama sektor perekonomian,
industri, pariwisata, dan lain-lain sampai pada akhirnya kebutuhan pangan
terkena dampak dari krisis tersebut.
Ditengah krisis
multi dimensi yang berkepanjangan tersebut pada tahun 1999 PT Monsanto Indonesia
(Monagro) yang bermarkas besar di St. Louis Amerika Serikat memperkenalkan dan menawarkan teknologi
transgenik untuk tanaman kepada pemerintah Indonesia. Tawaran teknologi ini masuk pada situasi dan
saat yang tepat mengingat kondisi pertanian di Indonesia sedang mengalami
degradasi yang cukup berat. Teknologi
ini memberikan kelebihan- kelebihan antara lain sebagai berikut :
1.
Pada
penanaman kapas transgenik mempunyai
keuntungan tanaman kapas transgenik tahan terhadap serangan hama penggerek buah (H. armigera)
2.
Penanaman
jagung transgenik yang tahan terhadap penggerek batang.
3.
Penanaman
kedele transgenik yang tahan terhadap hama
penggerek polong.
4.
Teknologi
transgenik cukup ramah terhadap lingkungan.
5.
Mengurangi
biaya pemakaian pestisida.
Permasalahannya
apakah teknologi transgenik ini mampu mengatasi permasalahan dan kebutuhan Indonesia ?, apakah teknologi
transgenik mampu meningkatkan pendapatan petani di Indonesia ? dan yang lebih penting
lagi apakah teknologi transgenik ini cukup aman bagi masyarakat yang
mengkonsumsi komoditas pangan hasil teknologi ini ?. Jawabannya adalah tidak mudah untuk menjawab
semua rentetan pertanyaan tersebut, membutuhkan waktu dan pembuktian yang cukup
meyakinkan.
Pemerintah
Indonesia secara terbatas telah mengijinkan teknologi tersebut untuk beberapa
komoditas tanaman pertanian guna meningkatkan produktifitas dan pendapatan
petani dibeberapa wilayah di Sulawesi Selatan yaitu dengan menanam tanaman
kapas jenis Bt, petani kapas setempat menyambut baik teknologi transgenik
karena secara signifikan pendapatan mereka
meningkat dan keuntungan bisa mencapai tiga kali lipat. Kenyataan ini ternyata menimbulkan perdebatan
antara yang pro dan kontra teknologi transgenik ini, setelah mengalami serangkaian perdebatan dan
penundaan akhirnya pada tanggal 7 Pebruari 2001 Pemerintah Indonesia melalui
Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor
107/KPts/KB/430/2/2001 tentang pelepasan kapas transgenik dengan nama Bollgard
atau DP 5690B atau NuCOTN 35 B. Keluarnya
Surat Keputusan disertai dengan catatan bahwa :
1.
Kapas
transgenik hanya diperbolehkan ditanam di 7 kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu
: Kabupaten Takalar, Gowa, Bantaeng, Bulukumba, Bone, Soppeng dan kabupaten
Wajo.
2.
Ijin
penanaman terbatas tersebut diberikan hanya dalam tempo 1 tahun dan dalam
selang waktu tersebut akan terus dipantau pelaksanaannya.
Selain
tanaman kapas transgeni, beberapa perusahaan
raksasa bioteknologi seperti Monsanto dan Du Pont mulai agresive
melakukan ekspansi di bidang bioteknologi, belum lagi surut dengan kontroversi
kapas transgenik di Indonesia mereka sudah menawarkan kedelai transgenik yang
tahan terhadap herbisida seperti :
1.
Monsanto dengan kedelai yang tahan terhadap
Round Up
2.
Du Pont dengan kedelai STS (Sulfonilurea
Tolerant Soybean) yang tahan
terhadap herbisida Sulfonilurea.
3.
AgrEvo dengan kedelai transgenik Liberty Link
yang tahan terhadap
herbisida Liberty.
D. Bagaimana Kita Sepantasnya Menyikapi
Teknologi Transgenik ?
Perkembangan
kemajuan dibidang bioteknologi pada akhir-akhir ini membuat kita harus waspada
dalam menyikapi perkembangan teknologi, memang bioteknologi membawa era baru
dalam peradaban manusia, melalui rekayasa genetik ada kemungkinan untuk
melakukan perubahan, penggabungan, penyisipan, pengkombinasian, penyusunan ulang, pemrograman dan produksi
berbagai materi genetik sesuai dengan apa yang diinginkan, sehingga hal ini
seolah-olah menjadikan manusia sebagai pencipta dan arsitek bagi kehidupannya
sendiri dengan melalui rekayasa genetik. Sebelum kita mengambil sikap terhadap
perkembangan bioteknologi ini (teknologi transgenik) sangat layak apabila kita
melakukan pencermatan manfaat dan akibat dari teknologi ini.
Sejarah umat
manusia juga mengajarkan bahwa setiap perubahan teknologi yang bersifat
revolusioner tidak hanya membawa manfaat (dampak positif) tetapi juga akan
membawa kerugian (dampak negatif) yang
serius, contohnya peristiwa Revolusi Hijau (Green Revolution) yang bermula di
India, setelah terjadinya revolusi tersebut
memang mengakibatkan produksi pertanian (tanaman pangan) meningkat
sangat tajam dengan penggunaan pupuk-pupuk anorganik (kimiawi) yang bersifat
relatif cepat tersedia untuk tanaman, hal tersebut terjadi tidak terlalu lama
karena akhir-akhir ini dirasakan dampak negatif dari penggunaan pupuk-pupuk
kimiawi tersebut, dampak yang paling
menonjol adalah kerusakan struktur dan tekstur tanah secara serius akibat
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, sehingga dengan penggunaan pupuk
kimia tersebut justru akan mengakibatkan kesuburan tanah akan menurun dan tanah
semakin kurus dan rusak.
Semakin kuat
pengaruh dari teknologi baru yang
berperan terhadap kontrol kekuatan alam akan semakin besar harga yang harus
dibayar oleh manusia, dimana manusia tidak mengetahui bahwa dikemudian hari
dampak teknologi baru tersebut baru muncul, seperti pencemaran lingkungan atau
kerusakan keseimbangan ekosistem
lingkungan hidup. Seperti halnya
saat manusia memasuki teknologi
piroteknologi dengan produk utama
teknologi nuklir dan petrokimia, awalnya memang banyak manfaatnya bagi manusia
tetapi perkembangan teknologi tersebut juag membawa manusia pada dampak negatif
yang cukup membahayakan bagi kehidupan mahusia itu tersendir (terciptanya bom
nuklir, bom kimia, senjata biologis dan
lain-lain) .
Dengan
keberadaan rekayasa teknologi perubahan genotip yang terjadi tidak dirancang
secara alami sesuai dengan kaidah dinamika populasi, melainkan menurut kehendak
dan kebutuhan pelaku bioteknologi, perubahan- perubahan drastis seperti ini
bisa mengandung muatan bahaya bagi keselamatan keaneka ragaman hayati bila
tidak dicermati secara dini, hal tersebut dapat terjadi karena interaksi antara
oragnisme dan lingkungannya menjadi tidak seimbang yang hal ini dapat
mengakibatkan musnahnya jenis-jenis oragnisme tertentu dalam suatu ekosistem
Sikap yang
patut kita munculkan yang utama adalah keberhati-hatian, terutama terhadap
ekses yang terjadi akibat aplikasi IPTEK, secara agamis juga sudah dijelaskan
tentang sikap hati-hati ini, seperti yang tercantum dalam Alqur’an Surat 4 : 119 yang artinya “ Dan
Aku akan benar-benar menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
ternak) dan akan Aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah) lalu benar-benar
mereka merubahnya. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung
selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”
Suatu tindakan
yang harus kita lakukan selanjutnya adalah menolak suatu program rekayasa
genetik yang dapat merusak keseimbangan hayati, merubah mahluk hidup yang tidak
sesuai dengan fitrahnya (tidak wajar) dan menerima atau bahkan mengembangkan
bioteknologi (rekayasa genetik) yang
mampu menjawab atau memecahkan permasalahan yang terjadi pada kehidupan dan
keseimbangan lingkungan, tetapi teknologi tersebut relatif tidak berdampak
buruk terhadap kehidupan manusia.
Sungguh suatu
keberhasilan yang sangat tinggi nilainya apabila penciptaan teknologi
transgenik tersebut didasari pada kepentingan kebutuhan kehidupan murni manusia
dan menjaga keseimbangan alam.
menarik sekali pada kutipan terakhir penutup kalimat pak...
BalasHapustapi keserakahan manusia yang menyalahgunakannya...
dalam konteks ini saya menyikapinya ketika benih transgenik ini memang untuk para petani bisa diterima...
tapi kenyataan dilapang industri benih yang semula mau menyelesaikan masalah kelaparan justru malah membuat masalah baru dengan benih yang telah dipatenkan...
petani bergantung dengan benih yang dipasarkan dengan harga yang mahal...
sedangkan hasil panen yang dijual dengan harga murah...