KAJIAN ANALISIS ASAM
ABSISAT DAN KALIUM SEBAGAI
INDIKATOR CEKAMAN KEKURANGAN AIR PADA TANAMAN
KEDELAI (Glycine
max, Mill)
Oleh
:
W. Guntoro dan
Yonny Koentjoro
Abstrak
Kehilangan air melalui proses evapotranspirasi secara berlebihan
pada tanaman dan permukaan tanah akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi
hasil tanaman secara umum. Pada tanaman
kedelai disamping terjadi gangguan pada proses metabolisme pertumbuhan tanaman,
secara spesifik kehilangan air pada tanaman akan berpengaruh terhadap kandungan
asam absisat dan kalium dalam tanaman.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap 1 Faktor dengan perlakuan pemberian air pada
tahapan-tahapan sebagai berikut : A0 = Tingkat pemberian air 100 %
kebutuhan normal, A1 = Tingkat pemberian air 75 % kebutuhan normal, A2
= Tingkat pemberian air 50 % kebutuhan normal,.A3 = Tingkat
pemberian air 25 % kebutuhan normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tingkat pemberian air pada
tanaman kedelai sangat berpengaruh terhadap kandungan asam absisat dalam daun
dimana semakin kecil pemberian air maka kandungan asam absisat dalam daun semakin meningkat dan proses pemicuan
biosintesis ABA
meningkat pada tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air. Sebaliknya pada tingkat pemberian air semakin
kecil menunjukkan korelasi positif dengan kandungan Kalium (K+)
dalam tanaman, selama terjadinya kekurangan air dan meningkatnya biosintesis
ABA akan menyebabkan kandungan K+ semakin menurun sehingga akan
sangat mempengaruhi proses fotosintesis tanaman. Disamping itu perlakuan
pemberian air berpengaruh terhadap variabel KARD, LPR, Jumlah daun dan berat biji per tanaman.
Kata kunci :
Asam absisat, kalium, cekaman, glycine
max.
A. PENDAHULUAN
Kondisi iklim yang kering sebagai penyebab terjadinya kekurangan
air merupakan masalah yang sering dijumpai pada pertanaman kedelai karena pada
umumnya kedelai ditanam pada musim kemarau dan atau pada lahan kering yang
produksinya sangat ditentukan oleh jumlah dan distribusi curah hujan yang tidak
merata dalam musim tanam. Pengembangan
tanaman kedelai sangat diperlukan sejalan dengan peningkatan konsumsi bahan
makanan dan industri yang memerlukan bahan baku kedelai, sementara produksi kedelai
tidak mencukupi (Baharsjah, Suardi dan Las,
1993).
Untuk memenuhi kebutuhan
kedelai di Indonesia
perlu dilakukan peningkatan produksi kedelai secara intensif, yang dilakukan
secara intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Pengembangan tanaman kedelai pada lahan kering sangat diperlukan untuk
hal tersebut sejalan dengan banyaknya lahan-lahan baru yang dapat dibuka untuk
lahan pertanian terutama di wilayah Indonesia Timur. Kendala yang dihadapi dalam upaya
meningkatkan produksi kedelai pada lahan kering adalah kepekaan tanaman selama
pertumbuhannya terhadap kekurangan air (Boer, Las dan Notodipuro, 1998).
Air merupakan salah satu
faktor penting bagi pertumbuhan tanaman.
Pada suplai air yang cukup, tahanan terhadap difusi CO2 ke
dalam daun menjadi semakin rendah dengan semakin meningkatnya intensitas
radiasi sinar matahari. Air merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam
pertumbuhan tanaman. Kemampuan tanaman
untuk hidup pada kondisi kekurangan air merupakan keberhasilan suatu tanaman
untuk menyesuaikan diri. Mekanisme untuk
menyesuaikan diri di antaranya ditempuh melalui penutupan stomata. Davies, Wilson,
Sharp dan Osnobi (1981) mengemukakan kenaikan tingkat cekaman kekurangan air
mengakibatkan penekanan terhadap tingkat pembukaan stomata yang maksimum. Pengaruh peningkatan cekaman air pada tanaman
terhadap perilaku stomata menunjukkan bahwa tanaman yang dalam kondisi cekaman
kekurangan air pembukaan lubang stomata terkecil dalam variasi harian terjadi
pada pukul 10.00 – 14.00. Proses
penutupan stomata tersebut dapat menimbulkan dampak positif karena dapat
menekan kehilangan air dari dalam tubuh tanaman, tetapi dari aspek pertumbuhan
berdampak negatif, karena proses difusi CO2 ke dalam jaringan daun
terhambat akibatnya proses fotosintesis terganggu.
B. METODE PENELITIAN.
Penelitian
ini dilakukan di dalam rumah kaca dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) terdiri dari empat perlakuan yaitu
: A0 = Tingkat pemberian air
100 % kebutuhan normal, A1 =
Tingkat pemberian air 75 % kebutuhan normal, A2
= Tingkat pemberian air 50 % kebutuhan normal, A3 = Tingkat
pemberian air 25 % kebutuhan normal dan masing-masing perlakuan diulang enam
kali
Penetapan
jumlah pemberian air didasarkan pada 100 %, 75 %, 50 % dan 25 % kebutuhan air
optimal (kebutuhan air kedelai berkisar 300 – 350 mm per musim tanam) dan distribusinya
didasarkan pada kebutuhan air pada tanaman kedelai pada setiap periode
tumbuh. Variabel pengamatan meliputi
: Kandungan Asam Absisat dalam tanaman,
kandungan Kalium, Kandungan Air Relatif Daun (KARD), Laju Pertumbuhan Relatif
(LPR), Berat biji per Tanaman..
C.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tingkat pemberian air pada tanaman kedelai sangat berpengaruh
terhadap kandungan asam absisat dalam Daun (Tabel 1).
Tabel 1.
Kandungan Asam Absisat dalam Daun Tanaman Kedelai pada
Umur 50 Hari Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat
Pemberian Air
Perlakuan
|
Kandungan Asam Absisat dalam
Daun
µg g-1
|
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
|
0.48 d
|
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
|
0.34 c
|
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
|
0.25 b
|
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
|
0.09 a
|
BNJ 5 %
|
0.08
|
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang
sama tidak berbeda
nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam
Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian air yang semakin kecil maka kandungan
asam absisat dalam daun semakin tinggi.
Tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air terjadi pemicuan proses
biosintesis ABA
(Abcisic Acid). Proses tersebut terjadi
karena pada suasana kekurangan air proses oksidasi di dalam protoplas
berlangsung secara terus menerus (Bray, 1988).
ABA merupakan hormon yang disintesis di
dalam akar dan ditranslokasikan ke daun, dan mungkin juga disintesis oleh sel
penjaga itu sendiri (Assmann dan Shimazaki, 1999). ABA yang terdapat di daun khususnya pada sel
penjaga mengendalikan proses penutupan stomata (Turner ,1986; Hartung, Sauter
dan Hose, 2002).
Tanaman
yang mengalami kekurangan kalium akan mempengaruhi efisiensi fotosintesis. Disamping itu kalium berperan penting dalam
translokasi hasil fotosintesis dalam tubuh tanaman. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
tingkat pemberian air pada tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap kandungan
K+ tanaman (Tabel 2).
Tabel 2. Kandungan K+ dalam Tanaman Kedelai
pada Umur 50 Hari
Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air
Perlakuan
|
Kandungan K+ dalam
Tanaman (%)
|
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
|
0.57 a
|
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
|
1.14 b
|
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
|
1.70 c
|
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
|
2.31 d
|
BNJ 5 %
|
0.21
|
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang
sama tidak berbeda
nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari
setelah tanam
Hal
ini menunjukan bahwa tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air
kandungan K+ dalam tanaman akan semakin menurun.
Tanaman
yang mengalami cekaman kekurangan air terjadi pemicuan proses biosintesis ABA (Abcisic Acid). Selama
terjadi kekurangan air, tanaman kedelai akan banyak mengalami kehilangan K+
hal ini disebabkan didalam stomata daun kedelai banyak mengandung ABA yang
dapat menghambat kerja pompa proton, sehingga aliran K+ dalam plasma
terhambat dan menyebabkan K+ merembes keluar, turgor berkurang,
stomata menutup.
Menurut Salisbury dan Ross
(1969) peranan ABA
dalam proses penutupan stomata adalah menghambat pompa proton, yang kerjanya
mengalirkan proton ke luar sel penjaga. Terjadinya aliran masuk K+ yang cepat ke
dalam sel penjaga berakibat akumulasi K+,
sehingga terjadi penyerapan air secara osmotik pada sel penjaga akibatnya
turgor sel penjaga naik dan stomata terbuka.
Soemarno (1993) mengemukakan bahwa kalium disimpan dalam jumlah banyak
di dalam vakuole sel, tidak membentuk molekul organik, fungsi utamanya sebagai
aktivator ensim atau kofaktor.
Berdasarkan
hasil analisis statistik tingkat pemberian air pada tanaman kedelai berpengaruh
yang nyata terhadap kandungan air relatif daun tanaman kedelai pada umur 50
hari setelah tanam.
Tabel 3.
Kandungan Air Relatif Daun Tanaman Kedelai pada Umur
50 Hari Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat
Pemberian Air
Perlakuan
|
Kandungan Air Relatif Daun (%)
|
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
|
39.00 a
|
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
|
54.33 b
|
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
|
69.67 c
|
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
|
86.00 d
|
BNJ 5 %
|
9.50
|
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang
sama tidak berbeda
nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam
Tanaman kedelai yang
mengalami kekurangan air yaitu 25 % kebutuhan normal mempunyai kandungan air
relatif daun paling rendah yakni 39 %.
Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang mengalami kekurangan air
menyebabkan kandungan air relatif dalam daun menurun, hal ini disebabkan
penimbunan K+ dalam tanaman terganggu, sehingga konsentrasi
bahan-bahan terlarut didalam vakuola rendah akibatnya kandungan air dalam sel penjaga
rendah atau turgor rendah.
Jumlah daun suatu tanaman merupakan salah satu potensi
tanaman dalam menyediakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
tingkat pemberian air sangat mempengaruhi terhadap jumlah daun tanaman kedelai
(Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah Daun Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari
Setelah Tanam
pada
Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air
Perlakuan
|
Kandungan Air Relatif Daun (%)
|
A3= Diberi air 25 % dari Kebutuhan
|
10.67 a
|
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
|
16.00 b
|
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
|
21.33 c
|
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
|
29.00 d
|
BNJ 5 %
|
6.05
|
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang
sama tidak berbeda
nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst =
hari setelah tanam
Tabel 4 menunjukkan bahwa
tanaman kedelai yang diberi air 100 % dari kebutuhan mempunyai jumlah daun
tertinggi dibanding tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air yakni
diberi air 75 %, 50 % dan 25 % kebutuhan.
Hal ini disebabkan tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air
selama pertumbuhannya akan menghambat pertumbuhan daun, meluruhkan daun-daun
pada cabang-cabang bawah.
Potensi masing-masing individu tanaman untuk
menghasilkan biji diukur dengan menimbang hasil biji tiap tanaman. Berdasarkan hasil analisis statistik ternyata
tingkat pemberian air berpengaruh terhadap jumlah biji per tanaman hal ini
ditunjukkan pada Tabel 5
Tabel 5. Berat
Biji per Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari Setelah
Tanam
pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air
Perlakuan
|
Kandungan Air Relatif Daun (%)
|
A3= Diberi air 25 % dari Kebutuhan
|
6.21 a
|
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
|
11.54 b
|
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
|
16.74 c
|
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
|
22.31 d
|
BNJ 5 %
|
1.78
|
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang
sama tidak berbeda
nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam
D.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa:
1.
Kadar asam absisat dalam daun
tanaman kedelai dapat digunakan sebagai indikator yang menunjukkan semakin
tinggi kandungan asam absisat dalam daun, tanaman kedelai tersebut semakin
tercekam kekeringan.
2.
Kadar K+ dalam daun
tanaman kedelai dapat digunakan sebagai indikator menunjukkan semakin rendah
kandungan K+ dalam daun, tanaman kedelai tersebut semakin tercekam
kekeringan.
3.
Tanaman kedelai yang mengalami
cekaman kekurangan air akan menurun hasil biji per tanaman kedelai.
Daftar Pustaka
Abe, H.,
Yamaguci-Shinozaki, K., Urau, T., Iwasaki and Hosokawa, D. 1997.
Role of Arabidopsis MYB Homologs in Drought and Abscisic Acid-Regulated
Gene Axpression. The Plant Cell, 9 :
1859 – 1868.
Anonymous. 1984.
Beberapa Prosedur Analisa Kimia dan Fisika Tanah. Unibraw Malang. 192 hal.
Assmann, S.M.,
and Ken-ichiro Shimazaki. 1999. The multisensory guard cell. Stomatal responses to blue light and abscisic
acid. Plant Physiol, 119: 809 – 816.
Baharsjah,
J.S., Suardi, D., dan Las, I. 1993. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai dalam S. Somaatmadja et al
(ED). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan Bogor. Hal. 87 – 102.
Boer, R; Las, I., dan Notodipuro, K.A.
1998. Analisis Resiko Kekeringan
untuk Pengembangan dan Produksi Kedelai di Flores, Nusa Tenggara Timur. Laporan Riset. Riset Ungulan Terpadu IV (1996 – 1998) Kantor
Menristek Dewan Riset Nasional.
Bray, E. 1988.
Drought and ABA-Induced Changes in Polipeptide and mRNA Accumulation in
Tomato Leaves. Plant Physiol 88 : 1210 –
1214.
Chang, Jen-Hu.
1968. Climate and Agriculture an Ecological Survey, University of Hawaii.
304p
Davies, M.T., Wilson, J.A., Sharp, R.E.
and Osonubi, O. 1981. Control of Stomatal Behaviour in Water
Stressed Plants. Soc. For Biology
Seminar Series. 8 : 163 – 181.
Epstein, E.
1972. Mineral Nutrition of
Plants. Principles and Perspectives. New York : Wiley.
136 – 148 p.
Fagi, A.M. dan
I. Manwan. 1992. Teknologi Pertanian dan Alternatif
Penanggulangan Dampak Negatif Kekeringan.
Dalam Proseding Seminar Nasional Antisipasi Iklim 1992 dan Dampaknya
terhadap Pertanian Tanaman Pangan. PERHIMPI dan Badan Litbang Pertanian Bogor.
Fagi, A.M. dan
Tangkuman, F. 1993. Pengelolaan Air untuk Pertanaman Kedelai dalam S. Somaatmadja et al
(ED). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan Bogor. Hal. 135 – 137.
Finkelstein R.R.
and Rock C.D. 2002. Abscisic acid biosynthesis and response. In Somerville,
EM Meyerowitz, eds, The Arabidopsis Book.
American Society of Plant Biologists, Rockville, MD. Pp 1-52. http://www.aspb.org/publications/Arabidopsis.
Guntoro, W. dan Y, Koentjoro,. 2004. Rekayasa
Fisiologi Tanaman Kedelai (Glycine max) Terhadap Ketahanan Tanaman pada Kondisi Kekeringan, Laporan Penelitian
th. 2004, Fakultas Pertanian , UPN “Veteran” Jawa Timur.
Handoko dan
Irsal Las. 1997. Metodologi Pendekatan Strategis dan Taktis
untuk Pendugaan serta Penanggulangan Tanaman dalam Justika S. Baharsjah et
al.(ED) Sumberdaya Air dan Iklim dalam Mewujudkan Pertanian Efisien. Departemen Pertanian dan Perhimpunan
Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI). Hal. 73-86
Hakim, N; M.Y.
Nyakpa; A.M. Lubis; S.G. Nugroho; M.R. Saul; M.A. Diha; G.B. Hong dan H.H.
Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. 488 hal.
Hardjowigeno,
S. 1986.
Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Hartung, W.,
Angela Sauter, dan Eleonore Hose.
2002. Abscisic acid in the xylem:
where does it come from, where does it go to? Jornal of Experimental Botany 53: 27-32.
Levitt, J. 1980.
Responses of Plant to Environmental Stress. Academic Press. 227 p.
Maynard, G.H.
and David, M.O. 1987; The physiology of
plants under stress; A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons New
York. 206 p.
MacRobbie
E.A.C. 1997. Signalling in guard cells and regulation of
ion channel activity. Journal of
Experimental Botany 48: 515-528.
Ober Eric S.
and Robert E. Sharp. 2003. Electrophysiological responses of maize roots
to low water potentials: relationship to growth and ABA accumulation. J. Exp. Bot. 54 (383): 813-824.
Salisbury, F.B., and Ross, C. 1969.
Plant physiology. Wadsworth Pub. Co. Inc., California. 747 p.
Schwartz S.H.,
Qin X., and Zeevaart J.A.D. 2003. Elucidation of the indirect pathway of
abscisic acid biosynthesis by mutants, genes, and enzymes. Plant Physiol 131: 1591-1601.
Seo M. and
Koshiba T. 2002. Complex regulation of ABA biosynthesis in plants. Trends Plant Sci 7: 41-48.
Soemarno. 1993.
Sistem Unsur Tanaman. Universitas Brawijaya Malang.
121 hal.
Syekhfani. 1997.
Hara – Air – Tanah – Tanaman. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. 111 hal.
Taiz, L. and Zeiger, E. 1991.
Plant Physiology. The Benjamin /
Cummings Publ. Co. California. p. 347-353.
Tan, K.H. 1995.
Dasar-dasar Kimia Tanah. Gajah Mada
University Press. 295
hal.
Taylor I.B., Burbidage A. and Thompson A.J. 2000.
Control of abscisic acid synthesis. J Exp Bot 51: 1563-1574
Turner,
C.N. 1986. Crop Water Deficite. A dekade of Progress. Adv. In Agron. 39 : 1 –39.
Xiong L. and
Jian Kang Zhu. 2003. Regulation of abscisic acid
Biosynthesis. Plant Physiol 133: 29-36.