Selasa, 13 Desember 2011


KAJIAN ANALISIS ASAM ABSISAT DAN KALIUM SEBAGAI
INDIKATOR CEKAMAN  KEKURANGAN AIR  PADA TANAMAN
KEDELAI  (Glycine max, Mill)


Oleh :

W. Guntoro dan Yonny Koentjoro

Abstrak

Kehilangan air melalui proses evapotranspirasi secara berlebihan pada tanaman dan permukaan tanah akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi hasil tanaman secara umum.  Pada tanaman kedelai disamping terjadi gangguan pada proses metabolisme pertumbuhan tanaman, secara spesifik kehilangan air pada tanaman akan berpengaruh terhadap kandungan asam absisat dan kalium dalam tanaman.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 1 Faktor dengan perlakuan pemberian air pada tahapan-tahapan sebagai berikut : A0 = Tingkat pemberian air 100 % kebutuhan normal, A1 = Tingkat pemberian air 75 % kebutuhan normal, A2 = Tingkat pemberian air 50 % kebutuhan normal,.A3 = Tingkat pemberian air 25 % kebutuhan normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tingkat pemberian air pada tanaman kedelai sangat berpengaruh terhadap kandungan asam absisat dalam daun dimana semakin kecil pemberian air maka kandungan asam absisat dalam  daun semakin meningkat dan proses pemicuan biosintesis ABA meningkat pada tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air.  Sebaliknya pada tingkat pemberian air semakin kecil menunjukkan korelasi positif dengan kandungan Kalium (K+) dalam tanaman, selama terjadinya kekurangan air dan meningkatnya biosintesis ABA akan menyebabkan kandungan K+ semakin menurun sehingga akan sangat mempengaruhi proses fotosintesis tanaman. Disamping itu perlakuan pemberian air berpengaruh terhadap variabel KARD,  LPR, Jumlah daun dan berat biji per tanaman.

Kata kunci : Asam absisat, kalium, cekaman, glycine max.

A.  PENDAHULUAN
       Kondisi iklim yang kering sebagai penyebab terjadinya kekurangan air merupakan masalah yang sering dijumpai pada pertanaman kedelai karena pada umumnya kedelai ditanam pada musim kemarau dan atau pada lahan kering yang produksinya sangat ditentukan oleh jumlah dan distribusi curah hujan yang tidak merata dalam musim tanam.  Pengembangan tanaman kedelai sangat diperlukan sejalan dengan peningkatan konsumsi bahan makanan dan industri yang memerlukan bahan baku kedelai, sementara produksi kedelai tidak mencukupi (Baharsjah, Suardi dan Las,  1993). 
      Untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Indonesia perlu dilakukan peningkatan produksi kedelai secara intensif, yang dilakukan secara intensifikasi maupun ekstensifikasi.  Pengembangan tanaman kedelai pada lahan kering sangat diperlukan untuk hal tersebut sejalan dengan banyaknya lahan-lahan baru yang dapat dibuka untuk lahan pertanian terutama di wilayah Indonesia Timur.  Kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan produksi kedelai pada lahan kering adalah kepekaan tanaman selama pertumbuhannya terhadap kekurangan air (Boer, Las dan Notodipuro, 1998).
      Air merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan tanaman.  Pada suplai air yang cukup, tahanan terhadap difusi CO2 ke dalam daun menjadi semakin rendah dengan semakin meningkatnya intensitas radiasi sinar matahari. Air merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam pertumbuhan tanaman.  Kemampuan tanaman untuk hidup pada kondisi kekurangan air merupakan keberhasilan suatu tanaman untuk menyesuaikan diri.  Mekanisme untuk menyesuaikan diri di antaranya ditempuh melalui penutupan stomata.  Davies, Wilson, Sharp dan Osnobi (1981) mengemukakan kenaikan tingkat cekaman kekurangan air mengakibatkan penekanan terhadap tingkat pembukaan stomata yang maksimum.  Pengaruh peningkatan cekaman air pada tanaman terhadap perilaku stomata menunjukkan bahwa tanaman yang dalam kondisi cekaman kekurangan air pembukaan lubang stomata terkecil dalam variasi harian terjadi pada pukul 10.00 – 14.00.  Proses penutupan stomata tersebut dapat menimbulkan dampak positif karena dapat menekan kehilangan air dari dalam tubuh tanaman, tetapi dari aspek pertumbuhan berdampak negatif, karena proses difusi CO2 ke dalam jaringan daun terhambat akibatnya proses fotosintesis terganggu.

B.  METODE PENELITIAN.
Penelitian ini dilakukan di dalam rumah kaca dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari  empat perlakuan yaitu :  A0 = Tingkat pemberian air 100 % kebutuhan normal,  A1 = Tingkat pemberian air 75 % kebutuhan normal,      A2 = Tingkat pemberian air 50 % kebutuhan normal, A3 = Tingkat pemberian air 25 % kebutuhan normal dan masing-masing perlakuan diulang enam kali
Penetapan jumlah pemberian air didasarkan pada 100 %, 75 %, 50 % dan 25 % kebutuhan air optimal (kebutuhan air kedelai berkisar 300 – 350 mm per musim tanam) dan distribusinya didasarkan pada kebutuhan air pada tanaman kedelai pada setiap periode tumbuh.  Variabel pengamatan meliputi :  Kandungan Asam Absisat dalam tanaman, kandungan Kalium, Kandungan Air Relatif Daun (KARD), Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), Berat biji per Tanaman..

C.  HASIL PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pemberian air pada tanaman kedelai sangat berpengaruh terhadap kandungan asam absisat dalam Daun (Tabel 1).
Tabel 1.  Kandungan Asam Absisat dalam Daun Tanaman Kedelai pada
               Umur 50 Hari Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat
               Pemberian Air

Perlakuan
Kandungan Asam Absisat dalam Daun
µg g-1
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
0.48  d
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
0.34  c
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
0.25  b
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
0.09  a
BNJ 5 %
0.08
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian air yang semakin kecil maka kandungan asam absisat dalam daun semakin tinggi.  Tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air terjadi pemicuan proses biosintesis ABA (Abcisic Acid).  Proses tersebut terjadi karena pada suasana kekurangan air proses oksidasi di dalam protoplas berlangsung secara terus menerus (Bray, 1988).  
        ABA merupakan hormon yang disintesis di dalam akar dan ditranslokasikan ke daun, dan mungkin juga disintesis oleh sel penjaga itu sendiri (Assmann dan Shimazaki, 1999). ABA yang terdapat di daun khususnya pada sel penjaga mengendalikan proses penutupan stomata (Turner ,1986; Hartung, Sauter dan Hose, 2002).  
Tanaman yang mengalami kekurangan kalium akan mempengaruhi efisiensi fotosintesis.  Disamping itu kalium berperan penting dalam translokasi hasil fotosintesis dalam tubuh tanaman.   Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pemberian air pada tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap kandungan K+ tanaman (Tabel 2).

         Tabel 2.  Kandungan K+ dalam Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari
            Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air
              
Perlakuan
Kandungan K+ dalam Tanaman (%)
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
0.57  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
1.14  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
1.70  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
2.31  d
BNJ 5 %
0.21
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

Hal ini menunjukan bahwa tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air kandungan K+ dalam tanaman akan semakin menurun.
Tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air terjadi pemicuan proses biosintesis ABA (Abcisic Acid). Selama terjadi kekurangan air, tanaman kedelai akan banyak mengalami kehilangan K+ hal ini disebabkan didalam stomata daun kedelai banyak mengandung ABA yang dapat menghambat kerja pompa proton, sehingga aliran K+ dalam plasma terhambat dan menyebabkan K+ merembes keluar, turgor berkurang, stomata menutup.
      Menurut Salisbury dan Ross (1969) peranan ABA dalam proses penutupan stomata adalah menghambat pompa proton, yang kerjanya mengalirkan proton ke luar sel penjaga. Terjadinya  aliran masuk K+ yang cepat ke dalam sel penjaga  berakibat akumulasi K+, sehingga terjadi penyerapan air secara osmotik pada sel penjaga akibatnya turgor sel penjaga naik dan stomata terbuka.  Soemarno (1993) mengemukakan bahwa kalium disimpan dalam jumlah banyak di dalam vakuole sel, tidak membentuk molekul organik, fungsi utamanya sebagai aktivator ensim atau kofaktor.
Berdasarkan hasil analisis statistik tingkat pemberian air pada tanaman kedelai berpengaruh yang nyata terhadap kandungan air relatif daun tanaman kedelai pada umur 50 hari setelah tanam.

Tabel 3.  Kandungan Air Relatif Daun Tanaman Kedelai pada Umur
               50 Hari Setelah Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat
               Pemberian Air

Perlakuan
Kandungan Air Relatif Daun (%)
A3 = Diberi air 25 % dari Kebutuhan
39.00  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
54.33  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
69.67  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
86.00  d
BNJ 5 %
9.50
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

         Tanaman kedelai yang mengalami kekurangan air yaitu 25 % kebutuhan normal mempunyai kandungan air relatif daun paling rendah yakni 39 %.  Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang mengalami kekurangan air menyebabkan kandungan air relatif dalam daun menurun, hal ini disebabkan penimbunan K+ dalam tanaman terganggu, sehingga konsentrasi bahan-bahan terlarut didalam vakuola rendah akibatnya kandungan air dalam sel penjaga rendah atau turgor rendah. 
Jumlah daun suatu tanaman merupakan salah satu potensi tanaman dalam menyediakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis.  Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pemberian air sangat mempengaruhi terhadap jumlah daun tanaman kedelai (Tabel 4).
         Tabel 4.  Jumlah Daun Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari Setelah Tanam
            pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air             

Perlakuan
Kandungan Air Relatif Daun (%)
A3= Diberi air 25 % dari Kebutuhan
10.67  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
16.00  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
21.33  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
29.00  d
BNJ 5 %
6.05
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

Tabel 4 menunjukkan bahwa tanaman kedelai yang diberi air 100 % dari kebutuhan mempunyai jumlah daun tertinggi dibanding tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air yakni diberi air 75 %, 50 % dan 25 % kebutuhan.  Hal ini disebabkan tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air selama pertumbuhannya akan menghambat pertumbuhan daun, meluruhkan daun-daun pada cabang-cabang bawah.
Potensi masing-masing individu tanaman untuk menghasilkan biji diukur dengan menimbang hasil biji tiap tanaman.  Berdasarkan hasil analisis statistik ternyata tingkat pemberian air berpengaruh terhadap jumlah biji per tanaman hal ini ditunjukkan pada Tabel 5
Tabel 5.  Berat Biji per Tanaman Kedelai pada Umur 50 Hari Setelah
               Tanam pada Berbagai Perlakuan Tingkat Pemberian Air             

Perlakuan
Kandungan Air Relatif Daun (%)
A3= Diberi air 25 % dari Kebutuhan
6.21  a
A2 = Diberi air 50 % dari Kebutuhan
11.54  b
A1 = Diberi air 75 % dari Kebutuhan
16.74  c
A0 = Diberi air 100 % dari Kebutuhan
22.31  d
BNJ 5 %
1.78
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda 
                      nyata pada uji BNJ (α 0,05) hst = hari setelah tanam

D.  KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
1.        Kadar asam absisat dalam daun tanaman kedelai dapat digunakan sebagai indikator yang menunjukkan semakin tinggi kandungan asam absisat dalam daun, tanaman kedelai tersebut semakin tercekam kekeringan.
2.        Kadar K+ dalam daun tanaman kedelai dapat digunakan sebagai indikator menunjukkan semakin rendah kandungan K+ dalam daun, tanaman kedelai tersebut semakin tercekam kekeringan.
3.        Tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekurangan air akan menurun hasil biji per tanaman kedelai.          

 Daftar Pustaka

Abe, H., Yamaguci-Shinozaki, K., Urau, T., Iwasaki and Hosokawa, D.  1997.  Role of Arabidopsis MYB Homologs in Drought and Abscisic Acid-Regulated Gene Axpression.  The Plant Cell, 9 : 1859 – 1868.

 Anonymous.  1984.  Beberapa Prosedur Analisa Kimia dan Fisika Tanah.  Unibraw Malang.  192 hal.

 Assmann, S.M., and Ken-ichiro Shimazaki.  1999.  The multisensory guard cell.  Stomatal responses to blue light and abscisic acid.  Plant Physiol, 119: 809 – 816.

 Baharsjah, J.S., Suardi, D., dan Las, I.  1993.  Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai dalam S. Somaatmadja et al  (ED).  Kedelai.  Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.  Hal. 87 – 102.

Boer, R; Las, I., dan Notodipuro, K.A.  1998.  Analisis Resiko Kekeringan untuk Pengembangan dan Produksi Kedelai di Flores, Nusa Tenggara Timur.  Laporan Riset.  Riset Ungulan Terpadu IV (1996 – 1998) Kantor Menristek Dewan Riset Nasional.

Bray, E.  1988.  Drought and ABA-Induced Changes in Polipeptide and mRNA Accumulation in Tomato Leaves.  Plant Physiol 88 : 1210 – 1214.

Chang, Jen-Hu. 1968. Climate and Agriculture an Ecological Survey, University of Hawaii. 304p

Davies, M.T., Wilson, J.A., Sharp, R.E. and Osonubi, O.  1981.  Control of Stomatal Behaviour in Water Stressed Plants.  Soc. For Biology Seminar Series. 8 : 163 – 181.

Epstein, E.  1972.  Mineral Nutrition of Plants.  Principles and Perspectives. New York : Wiley.  136 – 148 p.

Fagi, A.M. dan I. Manwan.  1992.  Teknologi Pertanian dan Alternatif Penanggulangan Dampak Negatif Kekeringan.  Dalam Proseding Seminar Nasional Antisipasi Iklim 1992 dan Dampaknya terhadap Pertanian Tanaman Pangan. PERHIMPI dan Badan Litbang Pertanian Bogor.
Fagi, A.M. dan Tangkuman, F.  1993.  Pengelolaan Air untuk Pertanaman Kedelai dalam S. Somaatmadja et al  (ED).  Kedelai.  Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.  Hal. 135 – 137.
Finkelstein R.R. and Rock C.D.  2002.  Abscisic acid biosynthesis and response.  In Somerville, EM Meyerowitz, eds, The Arabidopsis Book.  American Society of Plant Biologists, Rockville, MD.  Pp 1-52. http://www.aspb.org/publications/Arabidopsis.

Guntoro, W. dan Y, Koentjoro,. 2004. Rekayasa  Fisiologi Tanaman Kedelai (Glycine max) Terhadap Ketahanan  Tanaman pada Kondisi Kekeringan, Laporan Penelitian th. 2004, Fakultas Pertanian , UPN “Veteran” Jawa Timur.

Handoko dan Irsal Las.  1997.  Metodologi Pendekatan Strategis dan Taktis untuk Pendugaan serta Penanggulangan Tanaman dalam Justika S. Baharsjah et al.(ED) Sumberdaya Air dan Iklim dalam Mewujudkan Pertanian Efisien.  Departemen Pertanian dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI). Hal. 73-86

Hakim, N; M.Y. Nyakpa; A.M. Lubis; S.G. Nugroho; M.R. Saul; M.A. Diha; G.B. Hong dan H.H. Bailey.  1986.  Dasar-dasar Ilmu Tanah.  Penerbit Universitas Lampung.  488 hal.

Hardjowigeno, S.  1986.  Ilmu Tanah.  Jurusan Tanah.  Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Hartung, W., Angela Sauter, dan Eleonore Hose.  2002.  Abscisic acid in the xylem: where does it come from, where does it go to?  Jornal of Experimental Botany 53: 27-32.

Levitt, J.  1980.  Responses of Plant to Environmental Stress.  Academic Press.  227 p.

Maynard, G.H. and David, M.O. 1987;  The physiology of plants under stress; A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons New York. 206 p.

MacRobbie E.A.C.  1997.  Signalling in guard cells and regulation of ion channel activity.  Journal of Experimental Botany 48: 515-528.

Ober Eric S. and Robert E. Sharp.  2003.  Electrophysiological responses of maize roots to low water potentials: relationship to growth and ABA accumulation.  J. Exp. Bot. 54 (383): 813-824.

Salisbury, F.B., and Ross, C.  1969.  Plant physiology.  Wadsworth Pub. Co. Inc., California.  747 p.

Schwartz S.H., Qin X., and Zeevaart J.A.D.  2003.  Elucidation of the indirect pathway of abscisic acid biosynthesis by mutants, genes, and enzymes.  Plant Physiol 131: 1591-1601.

Seo M. and Koshiba T.  2002.  Complex regulation of ABA biosynthesis in plants.  Trends Plant Sci 7: 41-48.

Soemarno.  1993.  Sistem Unsur  Tanaman.  Universitas Brawijaya Malang.  121 hal.

Syekhfani.  1997.  Hara – Air – Tanah – Tanaman. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.  111 hal.

Taiz, L.  and Zeiger, E.  1991.  Plant Physiology.  The Benjamin / Cummings Publ. Co. California.  p. 347-353.

Tan, K.H.  1995.  Dasar-dasar Kimia Tanah.  Gajah Mada University Press. 295 hal.

Taylor I.B., Burbidage A. and Thompson A.J.  2000.  Control of abscisic acid synthesis. J Exp Bot 51: 1563-1574

Turner, C.N.  1986.  Crop Water Deficite.  A dekade of Progress.  Adv. In Agron. 39 : 1 –39.

Xiong L. and Jian Kang Zhu.  2003.  Regulation of abscisic acid Biosynthesis.  Plant Physiol 133: 29-36.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar